Shin Tae-yong sukses merebut hati pencinta bola tanpa ‘drakor’ di 5 tahun kepelatihannya. Ia sukses membawa ‘Garuda’ bertahta di level Asia, selangkah ke Olimpiade, dan kini bertaruh nafas ke Piala Dunia - Rangking pun melejit mendekati 100 dunia. Rengkuhan Timnas melewati ekspektasi Vietnam-The King of ASEAN, yang pernah berada di level sama.
Tuan Shin pelatih berprestasi tanpa mahkota, mungkin begitu sebutannya. Tuan Shin juga sukses mengubah citra turnamen AFF di publik Indonesia laiknya turnamen kelas 3 dan milik negara amatiran. Ia menurunkan kelompok umur bertarung di sana, ajang uji nyali dan tahapan awal level lebih tinggi.
Ini dipahami publik Indonesia, apalagi netizennya. Perangai Tuan Shin adalah perangai ketimuran yang menempatkan adab, kekeluargaan pada squadnya. Ia begitu memanjakan Marcelino, Rizky Ridho dan Witan dan pentolan lokal lainnya. Hasilnya, sekali menghajar Tuan Shin, maka bersiaplah Anda dihajar Netizen, ras terkuat di semesta raya. Lihatlah nasib Bung Towel sekarang ini, kisut penuh bulliyan.
Tetapi Towel keliru menilai pembela Tuan Shin sebagai buzzer. Oh tidak, Tuan Shin itu dicintai. Bukan Dewa tetapi namanya selalu dilambungkan di jeda lagu heroik ‘Tanah Airku’. Andai saja kepelatihannya diperpanjang dan sukses ke Piala Dunia, pastilah monumennya berdiri tegak di stadion-stadion. Begitu kebiasaan kita mengenang Pahlawannya, ya Tuan Shin sedikit lagi ke arah itu.
Jangan Menjudikan Erick Tohir
Pergantian pelatih disambut narasi pertaruhan. PSSI dan Erick Tohir dinilai bertaruh harapan -Itu pasti, tapi bukan menjudikan asa. Pak Erick pernah jadi presiden club bola kelas dunia, diakrabi FIFA, menteri di republik dan pengusaha trilyuan, jadi ia pasti punya itung-itungan profesional, jadi jangan menjudikan Pak Erick.
Ketika ada wacana PSSI bakal dihearing DPR terkait pergantian Tuan Shin, tentu banyak dukungan karena publik belum ikhlas melepaskannya. Tapi Ah, bola kok larinya ke Dewan Senayan. Semoga tidak politis dan tidak mengganggu skenario konsentrasi besar Pak Erick ke Piala Dunia. Toh ia tetap berterima kasih atas jasa-jasa Tuan Shin.
Pikiran Pak Erick pasti ingin lebih baik dari capaian Tuan Shin, tak mungkin ingin menenggelamkan harapan rakyat Indonesia. Itu sebab itu ia memutus kontrak, apalagi jumpalitan pemain diaspora Belanda-Indonesia boleh dibilang lebih cukup untuk kesebelasan. Pelatihnya pun bisa lebih intens komunikasi dengan pemain.
Bahasa memang kendala utama Tuan Shin, semuanya memakai juru arti, seperti peran Jeje yang luar biasa ‘bermuka empat’ korea-Indonesia-atau Korea-Inggeris. Boleh jadi renggang-renggang Elkan Baggot, justru karena soal makan bahasa.
Jadi soal ganti pelatih itu biasa. Tuan Shin telah berjasa bagi republik, tinggal rasa juara dan rasa ke Piala Dunia yang hendak diraih.
Bagi banyak orang, Tuan Shin adalah kesayangan, tapi sepak bola tentang profesionalisme. Tuan Shin harusnya tak menyisakan kesedihan bagi pencintanya di Indonesia. Tuan Shin harusnya bicara bahwa pergantiannya adalah untuk kebaikan Indonesia, tetap mendoakan dan memberi support. Toh Tuan Shin adalah pemilik ‘Golden Visa’, fasilitas tinggal di Indonesia 5-10 tahun ke depan. Itu keistimewaan yang hitungan jari orang memilikinya.
Tuan Shin bicaralah, putuskan rasa cinta kami padamu, bangunkan semangat bahwa pelatih baru bisa membawa Indonesia ke Piala Dunia. Pasti kami lebih mencintai Anda!
----------------------------
Opini; Hamzah Palalloi - Founder Metaide
0 Komentar