Kasoami, Pangan Legendaris Buton dari Singkong

Jemuran Singkong sebelum diolah menjadi kasoami, di Desa Darawa, Kaledupa, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Foto: Mongabay Indonesia

METAIDE---Indonesia begitu banyak memiliki potensi pangan, sejatinya swasembada. Tapi pikiran banyak orang, Beras adalah pangan utama, mungkin karena ia merupakan makanan pokok lebih dari setengah populasi dunia dan ditanam di lebih dari 100 negara di semua benua kecuali Antartika. 

Dalam beberpa literatur, beras menjadi makanan pokok di Indonesia, setelah dibawa oleh pedagang Tionghoa dan India pada masa Hindu-Buddha. Bukti bahwa padi sudah dibudidayakan di Indonesia terpahat dalam relief Candi Borobudur di Magelang. Jejak padi juga ditemukan di pulau Sulawesi pada tahun 3000 SM.  

Selain beras, sumber pangan utama lainnya adalah Singkong, yang merupakan tanaman sejuta manfaat dan dapat diolah menjadi berbagai macam penganan. Singkong berasal dari Amerika Selatan, tepatnya di Brasil, Paraguay, dan bagian dari Andes. 

Singkong pertama kali dibudidayakan oleh suku Maya di Yucatán, Meksiko, dan kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia. Sementara sejarahnya di Indonesia  bermula ketika bangsa Portugis membawanya ke Maluku di abad-16. 

Pada tahun 1850-an, Belanda memperkenalkan singkong di Maluku sebagai alternatif pangan saat krisis beras di Jawa. 

Di Indonesia, singkong diperkenalkan di suatu kabupaten di Jawa Timur pada 1852. Konsumsi singkong meningkat pesat pada permulaan abad ke-20.

Singkong memiliki nama ilmiah Manihot esculenta. Singkong juga dikenal dengan nama lain, seperti ubi kayu, ketela pohon, kaspe, ubi sampa, atau ubi prancis. Umbinya merupakan makanan pokok yang menghasilkan karbohidrat, sedangkan daunnya dapat digunakan sebagai sayuran

Kasoami, Sang Lagendaris 

Bagi masyarakat Buton yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia, mereka sering mengolah singkong menjadi Kasoami sebagai makanan pokok pengganti nasi. Kasoami dulunya makanan para tetua Buton ketika melaut, karena tahan lama. Bahkan bagi perantau, menikmati Kasoami seperti mengobati kerinduan pada kampung halaman

Kasoami

Dalam tulisan berjudul “Studi Pengembangan dan Pemasaran Kasoami di Kelurahan Wanci Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi” di Media Agribisnis [Mei 2020], dijelaskan bahwa kasoami merupakan makanan tradisional yang populer di masyarakat Sulawesi Tenggara. Khususnya, wilayah Kesultanan Buton masa lampau yakni Kabupaten Wakatobi, Kota Baubau, Kabupaten Muna, Kabupaten Bombana, serta masyarakat Buton yang tersebar di kepulauan Nusantara saat ini.

Dijelaskan bahwa, kasoami diolah menggunakan tepung ubi kayu, tepung gaplek, atau ubi kayu yang telah difermentasi. Kasoami dikonsumsi dengan ikan atau daging.

Untuk masyarakat Sulawesi Tenggara dan masyarakat asal Sulawesi Tenggara di kepulauan Nusantara saat ini, kasoami dikonsumsi dengan ikan sehingga kurangnya kandungan protein dan lemak kasoami dapat diatasi.

“Banyak orang asing datang ke Kabupaten Wakatobi. Bagi masyarakat lokal, orang asing tersebut disajikan kasoami, khususnya kasoami pepe yang ternyata para turis sangat menikmatinya. Artinya, makanan tradisonal kasoami memiliki prospek cerah untuk dipasarkan,” ungkap tulisan itu.

Hugu-Hugu

Dari segi bentuk dan warna, kasoami terdiri tiga jenis. Ada yang seperti kerucut atau tumpeng yang warnanya putih kekuning-kuningan. Ada juga yang berwarna hitam disebut huguhugu. Atau, yang bentuknya lonjong dan padat, disebut kasoami pepe.

Pengolahan singkong menjadi hugu-hugu diawali dengan memilih singkong yang baik, merendamnya dengan air laut tiga hari, kemudian menjemurnya beberapa hari sampai kering dan berwarna kehitam-hitaman.

Kasoami yang berwarna putih kekuning-kuningan, diolah dari singkong segar dan langsung dijadikan kasoami. Untuk kasoami pepe, proses pembuatannya dengan cara dipukul, kemudian diberi minyak goreng.

Sejarah singkong

Hari Suroto, Peneliti Pusat Arkeologi Lingkungan BRIN, mengatakan berdasarkan sejarahnya, tanaman singkong pertama kali diperkenalkan ke Kongo, Afrika, oleh Portugis pada 1558. Portugis mengenalkan singkong ke Maluku abad ke-16, bibitnya dibawa dari Brasil. Selain Portugis, singkong juga diperkenalkan ke seluruh dunia oleh Spanyol.

Di Indonesia, singkong sangat populer dan memiliki banyak nama pada masing-masing daerah. Namun, secara umum singkong dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan nama ubi kayu atau ketela pohon. Dalam Bahasa Sunda disebut sampeu, sementara dalam Bahasa Jawa dinamakan pohung atau telo kaspe. Telo kaspe sendiri merupakan perpaduan dua kata dari Bahasa Spanyol dan Portugis.

“Telo Bahasa Jawa atau ketela Bahasa Melayu. Kata ketela berasal dari Bahasa Spanyol, yaitu “castilla” yang dibaca kastilya. Castilla merupakan nama sebuah wilayah di Spanyol dan orang Castilla turut serta dalam pelayaran ke kepulauan Maluku, sekaligus mengenalkan singkong,” ungkap Hari Suroto dalam situs Mongabay Indonesia.

 Singkong dalam Bahasa Sangihe disebut bungkahe, sementara masyarakat Gorontalo dan Tolitoli menyebutnya kasubi. Orang Buton menyebut singkong dengan kaopi. Orang Maluku dan Papua menyebut singkong dengan nama kasbi. Kaspe, kasubi, kasbi, bungkahe, dan kaopi berasal dari kata cassava yang berasal dari Bahasa Portugis. Cassava juga diadopsi dalam Bahasa Inggris menjadi cassava.

“Singkong merupakan tanaman umbi-umbian dari keluarga Euphorbiaceae, tanaman asli daerah tropis Amerika Latin. Singkong dibudidayakan yang akar umbinya diambil untuk dijadikan tepung,” papar Hari. (dari berbagai sumber). 

Posting Komentar

0 Komentar